
Buyung Sandy, si penemu, mengaku dirinya bersama teman-teman awalnyangumpul di sebuah kafe di Jalan Pramuka, Kelurahan Gunung Kelua. Subuh itu sekitar pukul 04.00 Wita tiba-tiba temannya dikejutkan munculnya seekor binatang. Awalnya mereka tak mengetahui jenis binatang itu.
Namun, Buyung bersama temannya memasukan serangga tadi ke dalam sebuah plastik. Mereka pun melihatnya bersama-sama. Nah, setelah salah seorang sahabatnya yang juga dokter itu menyebut kalau serangga tadi adalah tomcat, mereka pun panik, bahkan memilih menjauh. “Takut kalau serangga itu mengeluarkan racunnya,” ucap Buyung.
Lokasi kafe sendiri berdekatan dengan kos mahasiswa. Sontak penemuan tomcat itu membuat heboh warga setempat yang mayoritas mahasiswa. Buyung kaget, kenapa tomcat bisa ditemukan di kawasan perkotaan. Padahal, habitatnya di persawahan.
Hingga saat ini, serangga tomcat itu masih diamankan di rumah salah seorang sahabatnya. Jika pemerintah ingin meneliti lebih jauh, dia siap saja menjelaskan awal-mula munculnya serangga dengan nama latin paederus littoralis ini.
Buyung mengungkapkan, sehari sebelum penemuan tomcat, seorang temannya bernama Wahyu juga telah disengat sebuah serangga pada Rabu (21/3) pagi. Wahyu tak tahu binatang apa yang menyengat. Namun, sorenya diketahui bekas sengatan membuat bagian tangannya itu melepuh. Wahyu pun dibawa ke dokter untuk diobati.
Pria bertubuh ceking ini menduga temannya itu terkena toksin tomcat. Sayang, hingga berita ini diturunkan, Wahyu belum bisa dikonfirmasi. Ketika Buyung mendatangi kediamannya, Wahyu tak berada di tempat. Telepon selulernya pun tidak aktif ketika coba dihubungi.
Kepala Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan (DPPK) Samarinda Marwansyah mengatakan, serangga tomcat ini sudah ada sejak dulu dan hidup di ranting-ranting pohon. Di sisi lain, tomcat juga menjadi sahabat petani. Pasalnya, ia merupakan predator ampuh bagi hama yang ada di areal persawahan.
“Tomcat itu pemakan serangga yang merusak padi. Seperti, hama wereng, tungau, dan kutu loncat,” ucapnya.
Tetapi, penyebab mengapa hewan ini bisa sampai lingkungan penduduk. Marwansyah mengatakan itu karena ketidakseimbangan iklim. Selain itu, habitatnya juga sudah terkikis dengan pembangunan. “Tomcat masuk ke lingkungan penduduk sangatlah tidak umum. Jadi, ini kasus yang jarang terjadi," ucapnya.
Ia menambahkan, pihaknya dilematis menghadapi situasi ini. Di satu sisi, ia harus mengantisipasi jika tomcat mulai mengganggu masyarakat. Di sisi lain, ia harus menjaga keseimbangan karena Tomcat sangat membantu para petani.
“Kalau hama dimakan tomcat, penggunaan obat-obatan untuk lahan pertanian semakin berkurang. Sehingga, hasil panen lebih steril,” jelasnya.
Sejatinya, kata dia, tomcat tidak mengganggu masyarakat selama lahannya terjaga. Namun pihaknya sudah melakukan pemantauan di setiap kawasan persawahan dan perkebunan di Samarinda.
Dikonfirmasi terpisah, Kepala Dinas Kesehatan (Diskes) Samarinda Nina Endang Rahayu mengatakan, tomcat memiliki racun sebagai pertahanan diri. Namun, orang yang tersengat memang merasakan gatal dan rasa nyut-nyut. “Racun Tomcat memang berbahaya, sehingga kita harus waspada kepada hewan ini,” tegas Nina.
Untuk menghindari sengatan tomcat saat hinggap di tangan, sebaiknya jangan dipencet atau ditepuk seperti nyamuk. Melainkan hanya ditiup, atau dihempaskan dengan kertas. Setelah itu, cuci tangan dengan sabun, dan ulangi lagi. Nina mengungkapkan, ada kemungkinan tomcat memang masuk wilayah perkotaan. Namun, sampai saat ini belum ada laporan resmi.
“Setiap Puskesmas sudah kami siagakan jika ada laporan warga yang tersengat tomcat. Terpenting, bila tergigit (tomcat), jangan digaruk karena akan menimbulkan luka dan berakibat pada iritasi kulit dan pembengkakan,” tutupnya.
Sebelum serangan tomcat, tahun lalu, Indonesia sudah dihebohkan ledakan populasi ulat bulu yang masuk permukiman warga. Di awal tahun ini, serangga tomcat sudah mewabah di beberapa kota, terutama di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Surabaya menempati urutan pertama jumlah kasus serangan tomcat.
Senada dengan Kepala DPPK Samarinda Marwansyah, Staf Ahli Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup RI, Dr Liana Bratasida, mengakui masyarakat memang perlu waspada di tengah perubahan iklim yang tidak menentu akhir-akhir ini. Bukan tidak mungkin ada spesies lain yang populasinya meledak selain tomcat. "Kemungkinan ada spesies lain yang bisa berkembang lebih besar dari biasanya jika iklimnya cocok," kata Liana kepada JPNN.(*/rom/er/zal)
Sumber
Comments
Post a Comment